Kamis, 26 Maret 2015

SISTEMATIKA DAN BENTUK KONTEN DALAM MEDIA



----------SISTEMATIKA DAN BENTUK KONTEN DALAM MEDIA----[1]
Judul Buku      : Mediating the message: Theories of influences on mass media content
Judul Chapter  : Pattern Of Media Content (Pola Media Konten)
Halaman          : 38 - 52
Pengarang       : Pamela J. Shoemaker & Stephen D. Reese
Penerbit           : Longman Publishing Group
Tahun Terbit    : 1991
Tidak semua khalayak dapat memahami isi pesan atau maksud yang disampaikan oleh  setiap media. Pesan yang terdapat pada media massa, khususnya pada media massa seperti: televisi, koran, dan majalah tidak seratus persen terserap dengan baik oleh penonton, pendengar, atau pembaca. Terkadang, penonton, pendengar, dan pembaca memiliki pemahaman berbeda – beda atas materi yang sama yang terdapat dalam media massa tersebut. Pemahaman berbeda atas materi yang sama ini, dikarenakan pemikiran, pengetahuan, serta penelaahan seseorang yang berbeda. Selain itu juga dipengaruhi oleh pola penyajian media tersebut.
Ketika memperhatikan dan mencermati konten di media, kita akan melihan pola dari konten di media tersebut. Sebagian besar media menjadi media partisan politik. Media tersebut akan memberikan perhatian lebih saat musim kampanye, karena media tersebut  secara inheren meminjamkan media itu sendiri untuk menjadi partisan. Robinson (1983) dan Analisis Sheehan dari CBS dan UPI (1.980) menyimpulkan bahwa wartawan yang berperilaku secara objektif, jarang membuat nilai pernyataan tentang isu-isu atau pernyataan langsung tentang kualitas kepemimpinan kandidat dan kebijakan, membuat kesimpulan, tapi kebanyakan tentang kemungkinan kampanye atau rencana permainan. Media televisi telah menjadi fokus utama dari studi konten kekerasan. Dapat kita lihat sendiri kekerasan adalah hal yang umum dalam berita, terutama di cakupan tindak pidana dan demo serta aksi kekerasan lainnya. Berita menunjukkan preferensi untuk kejahatan kekerasan daripada hal yang lain. Kejahatan terhadap orang lebih memungkinkan  untuk mendapatkan peliputan media daripada kejahatan terhadap harta benda atau kejahatan tanpa kekerasan.
Sebagian besar kegiatan utama dalam berita di media mengikuti pola serupa, liputan berita di lingkup nasional geografis memberikan kesempatan menarik untuk menguji cakupan koresponden itu untuk mendistribusikan informasi dunia nyata. California, New York, Florida, dan Texas dikombinasikan menerima 39 persen dari liputan berita negara, sementara hanya 25 persen merupakan suara electoral college.
Studi yang telah meneliti liputan berita internasional menyebutkan bahwa tujuh dari tujuh belas cerita rata-rata adalah cerita internasional, Larson menemukan bahwa jaringan televisi tertutup Dunia Ketiga kurang dari negara-negara industri.
Gans (1979, hal. 23) menemukan bahwa fitur berita nasional kelas menengah dan menengah-atas kulit hitam telah melewati rintangan-rintangan untuk memasuki masyarakat kulit putih. Berita nasional cenderung mengabaikan keberadaan kulit hitam. Kebanyakan dari berita – berita tersebut (lingkup internasional) hanya mengekspos kulit putih saja. Bahkan  lembaga - lembaga nasional tidak berusaha dan tidak mengupayakan bangsa kulit hitam untuk dijadikan fitur dalam berita nasional.
Berita dan program hiburan harus mewakili dunia dalam jumlah yang proporsional. Proporsional ini dimaksudkan agar pola konten berita yang tersaji di media masssa tidak berlebihan dan sesuai dengan prosedur yang ada. Berita berfungsi untuk menginformasikan serta mengingatkan kepada khalayak akan hal-hal yang tidak berjalan dengan baik. Berita menginformasikan kepada khalayak akan hal-hal yang berdampak pada kehidupan masyarakat luas, serta peraturan – peraturan yang tidak berjalan sebagaimana mestinya. Unsur drama harus ada dalam sebuah berita, fungsinya adalah untuk memperkuat citra atau keadaan lingkungan yang ada.
Berita dan hiburan adalah dua unsur manifestasi budaya, mewakili realitas yang kultural, dengan penggambaran orang – orang disekitar yang ada dalam sistem budaya tersebut. Misalkan dalam dunia jurnalistik, pemilihan narasumber juga harus berkaitan erat dengan topik yang akan dibahas. Jika topik yang akan dibahas adalah mengenai pariwisata, maka narasumber yang harus didatangkan adalah orang – orang atau pejabat – pejabat yang berkecimpung di Kementrian Pariwisata atau Dinas Pariwisata setempat, dan pengamat serta ahli di bidangnya. Cara yang dapat digunakan untuk mengamati budaya dan polanya dapat kita lihat dengan jelas dalam aspek kekuasaan. Bukti nyata dapat kita lihat sendiri dalam Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden pada tahun 2014 lalu, para pemilik media berkuasa mempergunakan medianya untuk berkampanye, menayangkan slot iklan partainya hingga melebihi batas yang ditentukan hanya demi untuk menyampaikan citra kuat kepada masyarakat luas. Tapi setiap orang tidak sama kuat, dan ini menimbulkan banyak ketidakseimbangan kita dalam mengamati segala sesuatunya. Oleh sebab itu, kita sebagai khalayak harus dapat mencermati setiap informasi yang ditayangkan di media massa. Kita juga harus kritis terhadap segala hal yang diinformasikan oleh media massa, jangan hanya menelan mentah – mentah informasi yang ada. Gerbner melihat kekerasan sebagai cara singkat untuk mengekspresikan kekuasaan. Gerbner, juga melihat media memiliki kemampuan untuk mengekspresikan kurangnya daya dengan meminimalkan orang melalui "pemusnahan simbolis," oleh mereka(Gerbner,1972).
Jika kita melihat kekuasaan media secara geografis, orang-orang di timur dan pantai barat lebih sering disebutkan. New York misalnya, adalah kursi kekuasaan keuangan. Washington DC pusat kekuasaan politik; dan Los Angeles pusat kekuatan promosi budaya. Secara internasional negara – negara tersebut merupakan negara yang kuat. Berita adalah tentang kuat. Oleh karena itu, stasiun berita dan wartawan dilatih untuk menjadi kuat. Kuat dalam pencarian data dan fakta yang ada di lapangan. Media berita mencerminkan kekuasaan dalam pemilihan narasumber, dengan mengandalkan pejabat dan elit kaya, perusahaan, dan birokrasi lainnya, orang-orang tersebut akan dibahas secara rutin dan lebih sering di datangkan untuk menjadi narasumber. Ketika orang - orang kuat menyimpang dengan melakukan apa yang disebut kejahatan kerah putih, maka pelanggaran-pelanggaran yang telah dilakukan diperlakukan dengan pemberian perhatian yang kurang dan tidak terekspos secara berlebihan di media massa atas kejahatan yang telah diperdayanya. Keseimbangan antara rutin dan menyimpang menimbulkan hubungan kekuasaan dalam masyarakat kuat hanya dijadikan perwakilan saat membahas urusan normal yang disajikan secara rutin. Sedangkan masyarakat yang kurang kuat, mereka menyusup ke lingkungan simbolik, melakukannya sebagai menyimpang atau bawahan sebagai stereotip .
Konten memiliki implikasi penting bagi perubahan sosial. Artinya, konten media mengambil unsur budaya, memperbesar mereka, membingkai mereka, dan feed mereka kembali ke penonton. Media memaksakan logika mereka sendiri dalam menciptakan lingkungan yang simbolik. Jika kita berasumsi bahwa budaya harus berubah, beradaptasi, dan meningkatkan, maka konten media dapat berfungsi baik sebagai katalis atau rem pada perubahan ini.




[1] Dibuat sebagai Tugas Akhir untuk UAS Mata Kuliah Formatologi Berita pada Prodi Manajemen Berita, Jurusan Radio-TV, Sekolah Tinggi Multi Media Yogyakarta Tahun 2014 dengan Dosen Pengampu Darmanto.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar