seri kelanjutannya yaa. Oke bisa dibilang gue ketinggalan yaa, karena seri terakhir udah keluar dan gue baru mau
update quotes yang ada di seri pertamanya, “Ksatria, Putri, dan Bintang Jatuh”. Tapi bagi gue, lebih baik terlambat
daripada tidak sama sekali kan hehehe...Novel ini bagus banget gaes, apalagi cara pengemasan ceritanya.
Waahh daebak sekali pokoknya. Jarang sekali ada penulis di Indonesia yang bisa menyampaikan cerita dengan
cara yang berbeda seperto dee. So gue keknya ketagihan buat baca seri selanjutnya deh. Tapi bakalan nabung lama
deh soalnya masih mahasiswa cuma punya pendapatan dari kerja parttime aja yang bakalan habis buat ongkos liputan
weheheheh nohkan gue malah curhat. Oke deh langsung aja gue bakalan ngeshare quotes yang ada di novel seri
pertamanya karya Dee Lestari ini ,
“Tidak ada awal dan akhir. Tidak ada sebab dan akibat. Tidak ada ruang dan waktu. Yang ada hanyalah ada.
Terus bergerak, berekspansi, berevolusi. Sia - sialah orang berusaha menjadi batu diarus ini, yang menginginkan
kepastian ataupun ramalan masa depan. Karena sesungguhnya justru dalam ketidakpastian manusia dapat berjaya,
menggunakan potensinya untuk berkreasi.”
Terus bergerak, berekspansi, berevolusi. Sia - sialah orang berusaha menjadi batu diarus ini, yang menginginkan
kepastian ataupun ramalan masa depan. Karena sesungguhnya justru dalam ketidakpastian manusia dapat berjaya,
menggunakan potensinya untuk berkreasi.”
“Jika terlintas hasratmu menatap keindahan yang kami puja. Lihat ke dalam hatimu dan bayangannya kan nyata.
Jadikan hatimu cermin dan berkacalah disana. Temukan keagungan sahabat nan mulia.”
Jadikan hatimu cermin dan berkacalah disana. Temukan keagungan sahabat nan mulia.”
“Kebenaran yang ututh baru kamu dapatkan setelah melihat kedua sisi cermin kehidupan. Tidak cuma sebelah.”
“Ingat, di dalam sistem sekompleks semesta, tidak ada perkara yang insignifikan. Skala besar - kecil hanyalah
minatnya pikiran mayoritas manusia yang masih tergila - gila dengan ukuran. Pada titik tertentu, kisah cinta merupakan
cerminan kisah masyarakat yang lebih luas dan kolektif. Individu selalu dibangun oleh lingkungannya, bukan begitu?”
minatnya pikiran mayoritas manusia yang masih tergila - gila dengan ukuran. Pada titik tertentu, kisah cinta merupakan
cerminan kisah masyarakat yang lebih luas dan kolektif. Individu selalu dibangun oleh lingkungannya, bukan begitu?”
“Tidakkah ada yang melihat? Betapa ketulusan bisa menjadi teramat konyol. Hasrat yang berlebihan tanpa persiapan
bisa berakibatkan fatal. Percaya membabi buta pada pihak asing bisa jadi senjata makan tuan. Strategi. Kemandirian.
Itu dia kuncinya.”
bisa berakibatkan fatal. Percaya membabi buta pada pihak asing bisa jadi senjata makan tuan. Strategi. Kemandirian.
Itu dia kuncinya.”
“Pernahkan kamu merasa kita semua terlahir ke dunia dengan membawa tanda tanya Agung? Tanda tanya itu
bersembunyi sangat halus disetiap atom tubuh kita,membuat manusia terus bertanya, dihantui, sehingga seolah - olah
misi hidupnya pun hanya untuk menjawab tanda tanya itu.”
bersembunyi sangat halus disetiap atom tubuh kita,membuat manusia terus bertanya, dihantui, sehingga seolah - olah
misi hidupnya pun hanya untuk menjawab tanda tanya itu.”
“Engkaulah getar pertama yang meruntuhkan gerbang tak berujungku mengenal hidup. Engkaulah tetes embun
pertama yang menyesatkan dahagaku dalam cinta tak bermuara. Engkaulah matahari Firdausku yang menyinari kata
pertama di cakrawala aksara. Kau hadir dengan ketiadaan. Sederhana dalam ketidakmengertian. Gerakmu tiada pasti.
Namun, aku terus disini. Mencintaimu. Entah kenapa.”
pertama yang menyesatkan dahagaku dalam cinta tak bermuara. Engkaulah matahari Firdausku yang menyinari kata
pertama di cakrawala aksara. Kau hadir dengan ketiadaan. Sederhana dalam ketidakmengertian. Gerakmu tiada pasti.
Namun, aku terus disini. Mencintaimu. Entah kenapa.”
“Putri. Kembalilah ke puri itu. Satu semesta mungil yang mampu melumat bumi kalau aku mau membentangkannya.
Inilah nirwana yang mampu menampung perasaan kita. Bumi punya langit sebagai jendela terhadap galaksi mahaluas
yang berjaya dalam misteri. Jendelaku adalah carik - carik kertas. Berisi daftar pertanyaan tentang dunia. Yang tak
akan habis dimengerti. Bumi menggetarkan nyali dengan palung - palung dalam. Aku cuma punya beberapa piringan
hitam laut pribadiku yang didalamnya selalu ada kamu. Dan kamu lagi. Samudera kata terbelit musik dan diudarai
kenangan. Di dalamnya aku bisa berenang selama ikan. Bumi adalah sebuah kumparan besar. Yang melingkarkan
semua makhluk hidup dalam kefanaannya. Melingkarkan engkau dan aku.”
Inilah nirwana yang mampu menampung perasaan kita. Bumi punya langit sebagai jendela terhadap galaksi mahaluas
yang berjaya dalam misteri. Jendelaku adalah carik - carik kertas. Berisi daftar pertanyaan tentang dunia. Yang tak
akan habis dimengerti. Bumi menggetarkan nyali dengan palung - palung dalam. Aku cuma punya beberapa piringan
hitam laut pribadiku yang didalamnya selalu ada kamu. Dan kamu lagi. Samudera kata terbelit musik dan diudarai
kenangan. Di dalamnya aku bisa berenang selama ikan. Bumi adalah sebuah kumparan besar. Yang melingkarkan
semua makhluk hidup dalam kefanaannya. Melingkarkan engkau dan aku.”
“Aku kangen kamu. Kangen ketidakpercayaanmu. Pesimismemu. Namun, kau pilihanku.”
“Ksatria jatuh cinta pada putri bungsu dari Kerajaan Bidadari. Sang putri naik ke langit. Ksatria kebingungan.
Ksatria pintar naik kuda dan bermain pedang. Tapi tidak tahu caranya terbang. Ksatria keluar dari kastel untuk belajar
terbang pada kupu - kupu. Tetapi, kupu - kupu hanya bisa menempatkannya di pucuk pohon. Ksatria lalu belajar pada
burung gereja. Burung gereja hanya mampu mengajarinya sampai ke atas menara. Ksatria kemudian berguru pada
burung elang. Burung elang hanya mampu membawanya ke puncak gunung. Tak ada unggas bersayap yang mampu
terbang lebih tinggi lagi. Ksatria sedih, tapi tidak putus asa. Ksatria memohon pada angin. Angin mengajarinya
berkeliling mengitari bumi lebih tinggi dari gunung dan awan. Namun, sang putri masih jauh diawang - awang, dan tak
ada angin yang mampu menusuk langit. Ksatria sedih dan kali ini ia putus asa sampai suatu malam, ada Bintang Jatuh
yang berhenti mendengar tangis dukanya. Ia menawari Ksatria untuk mampu melesat secepat cahaya. Melesat lebih
cepat dari kilat dan setinggi sejuta langit dijadikan satu. Namun, kalau Ksatria tak mampu mendarat tepat di Putrinya,
ia akan mati. Hancur dalam kecepatan yang membahayakannya, menjadi serbuk yang membedaki langit, dan tamat.
Ksatria setuju. Ia relakan seluruh kepercayaannya pada Bintang Jatuh menjadi sebuah nyawa. Dan, ia relakan nyawa itu
bergantung hanya pada serpih detik yang mematikan. Bintang Jatuh menggenggam tangannya. Ïnilah perjalanan sebuah
cinta sejati. Ia berbisik. Tutuplah matamu Ksatria. Katakan untuk berhenti bagitu hatimu merasakan keberadaannya.
Melesatlah mereka berdua. Dingin yang tak terhingga serasa merobek hati Ksatria mungil. Tapi hangat jiwanya
diterangi rasa cinta. Dan, ia merasakannya. Berhenti. Bintang Jatuh melongok ke bawah, dan ia pun melihat putri cantik
yang kesepian. Bersinar bagaikan gugus orion ditengah kelamnya galaksi. Ia pun jatuh hati. Dilepaskannya genggaman
itu. Sewujud nyawa yang terbentuk atas cinta dan percaya. Ksatria melesat menuju kehancuran. Sementara Sang
Bintang Jatuh mendarat turun untuk dapatkan Sang Putri. Ksatria yang malang. Sebagai balasannya,
dilangit kutub dilukiskan aurora. Untuk mengenang kehalusan dan ketulusan hari ksatria.”
Ksatria pintar naik kuda dan bermain pedang. Tapi tidak tahu caranya terbang. Ksatria keluar dari kastel untuk belajar
terbang pada kupu - kupu. Tetapi, kupu - kupu hanya bisa menempatkannya di pucuk pohon. Ksatria lalu belajar pada
burung gereja. Burung gereja hanya mampu mengajarinya sampai ke atas menara. Ksatria kemudian berguru pada
burung elang. Burung elang hanya mampu membawanya ke puncak gunung. Tak ada unggas bersayap yang mampu
terbang lebih tinggi lagi. Ksatria sedih, tapi tidak putus asa. Ksatria memohon pada angin. Angin mengajarinya
berkeliling mengitari bumi lebih tinggi dari gunung dan awan. Namun, sang putri masih jauh diawang - awang, dan tak
ada angin yang mampu menusuk langit. Ksatria sedih dan kali ini ia putus asa sampai suatu malam, ada Bintang Jatuh
yang berhenti mendengar tangis dukanya. Ia menawari Ksatria untuk mampu melesat secepat cahaya. Melesat lebih
cepat dari kilat dan setinggi sejuta langit dijadikan satu. Namun, kalau Ksatria tak mampu mendarat tepat di Putrinya,
ia akan mati. Hancur dalam kecepatan yang membahayakannya, menjadi serbuk yang membedaki langit, dan tamat.
Ksatria setuju. Ia relakan seluruh kepercayaannya pada Bintang Jatuh menjadi sebuah nyawa. Dan, ia relakan nyawa itu
bergantung hanya pada serpih detik yang mematikan. Bintang Jatuh menggenggam tangannya. Ïnilah perjalanan sebuah
cinta sejati. Ia berbisik. Tutuplah matamu Ksatria. Katakan untuk berhenti bagitu hatimu merasakan keberadaannya.
Melesatlah mereka berdua. Dingin yang tak terhingga serasa merobek hati Ksatria mungil. Tapi hangat jiwanya
diterangi rasa cinta. Dan, ia merasakannya. Berhenti. Bintang Jatuh melongok ke bawah, dan ia pun melihat putri cantik
yang kesepian. Bersinar bagaikan gugus orion ditengah kelamnya galaksi. Ia pun jatuh hati. Dilepaskannya genggaman
itu. Sewujud nyawa yang terbentuk atas cinta dan percaya. Ksatria melesat menuju kehancuran. Sementara Sang
Bintang Jatuh mendarat turun untuk dapatkan Sang Putri. Ksatria yang malang. Sebagai balasannya,
dilangit kutub dilukiskan aurora. Untuk mengenang kehalusan dan ketulusan hari ksatria.”
“Aku mencintaimu sepenuh hati putri. Tak peduli lagi tepat atau tidak. Tak peudli kau menyadari aku hilang atau
tampak. Tak peduli kau bahagia dengan diriku atau cuma dengan sel otak.”
tampak. Tak peduli kau bahagia dengan diriku atau cuma dengan sel otak.”
“Dulu aku adalah pujangga. Seorang arwah pujangga tersasar ke dalam tubuh mungilku. Dulu aku berkata - kata
bak mutiara nan wangi. Dan, mutiara sangatlah aneh ditengah batu kali. Pikiranku bagai seribu persimpangan dalam
sekotak korek api. Karena itulah aku anomali.”
bak mutiara nan wangi. Dan, mutiara sangatlah aneh ditengah batu kali. Pikiranku bagai seribu persimpangan dalam
sekotak korek api. Karena itulah aku anomali.”
“Sudah kumenangkan taruhan ini, bahkan dengan amat adil. Jauh sebelum kau menyerahkan kertas dan pensil.
Karena rinduku menetas sebanyak tetes gerimis. Tidak butuh kertas, atau coretan garis. Genggamlah jantungku dan
hitung denyutnya. Sebanyak itulah aku merindukanmu Putri.”
Karena rinduku menetas sebanyak tetes gerimis. Tidak butuh kertas, atau coretan garis. Genggamlah jantungku dan
hitung denyutnya. Sebanyak itulah aku merindukanmu Putri.”
“Karena ini ia dinamakan si jantung hati. Memompa lembut seperti angin memijat langit. Berdenyut lincah seperti
buih yang terus berkelit. Dan darah cinta adalah udara. Dengan roh rindu yang menumpang lewat di dada.”
buih yang terus berkelit. Dan darah cinta adalah udara. Dengan roh rindu yang menumpang lewat di dada.”
“Ayo putri, cambuklah kudu waktuku, agar ia sedikit berlari, dan berarti.”
“Aku merasa begitu kecil ditengah keluasanku. Rintikmu raksasa dalam mungil tetesmu. Engkau menyelimuti dengan
dingin. Dan, semakin kau merapat, semakin membara alam ini. Jutaan engkau kini turun membanjiriku. Tak akan
pernah aku meluap Putri. Kugali tanahku lebih dalam dan kubuka semua celah untuk menyerapmu.”
dingin. Dan, semakin kau merapat, semakin membara alam ini. Jutaan engkau kini turun membanjiriku. Tak akan
pernah aku meluap Putri. Kugali tanahku lebih dalam dan kubuka semua celah untuk menyerapmu.”
“Putri, aku ingin sekali tuli. Sekawanan samurai terbuat dari huruf datang menyerang. Mencacah harga diriku seperti
daging cincang. Mereka menghinaku karena aku cuma bisa diam. Mereka menyumpahiku karena aku rela diabaikan.”
daging cincang. Mereka menghinaku karena aku cuma bisa diam. Mereka menyumpahiku karena aku rela diabaikan.”
“Takkan kuhadirkan kakiku kesana, takkan pula kuhadapkan mataku untuk melihatnya. Aku akan dirasuki jutaan imaji
mengenai dirimu dengannya. Bagaimana kalian makan bersama atau bercinta diatas meja. Dan, betapa seharusnya
engkau tidak disana. Maaf, saya sedang tidak berselera untuk disiksa.”
mengenai dirimu dengannya. Bagaimana kalian makan bersama atau bercinta diatas meja. Dan, betapa seharusnya
engkau tidak disana. Maaf, saya sedang tidak berselera untuk disiksa.”
“Rasa memiliki itu hidup seperti sel. Semula satu dan kemudian terpecah jadi seribu satu. Dan, aku menyimpan sel -
sel yang sangat sehat, Putri. Ia akan terpecah diluar kendali cinta itu sendiri. Sel ini terus bertambah dan merambah.
Meski hidup melingkari kita, semenjak kita saling mencinta. Suka tak suka.”
sel yang sangat sehat, Putri. Ia akan terpecah diluar kendali cinta itu sendiri. Sel ini terus bertambah dan merambah.
Meski hidup melingkari kita, semenjak kita saling mencinta. Suka tak suka.”
“Semua peristiwa hanyalah semata - mata peristiwa. Tetapi cara kita menyikapinyalah yang memberi label, bukan?”
“Ajarkan aku menjadi naif. Senaif diirmu yang masih bisa tertawa. Senaif kebahagiaan di alam kita berdua.
Karena setiap detik dikala kenyataan mulai bersinggungan. Aku rasakan sakit yang nyaris tak tertahankan.
Atau ajarkan aku menjadi penipu. Apabila ternyata kau merasakan sakit itu dalam tawamu.”
Karena setiap detik dikala kenyataan mulai bersinggungan. Aku rasakan sakit yang nyaris tak tertahankan.
Atau ajarkan aku menjadi penipu. Apabila ternyata kau merasakan sakit itu dalam tawamu.”
“Semua perjalanan hidup adalah sinema. Bahkan lebih mengerikan, Putri. Darah adalah darah, dan tangis adalah tangis.
Tak ada pemeran pengganti yang akan menanggung sakitmu.”
Tak ada pemeran pengganti yang akan menanggung sakitmu.”
“Apa ini semua? Pasar malam kasih sayang? Cinta diobral dan dicuci gudang? Yang kudamba juga sederhana.
Bukan cinta antik dan berukiran rumit.”
Bukan cinta antik dan berukiran rumit.”
“Aku tak mengenalmu, kita bukan teman. Namun, aku tak ingin menyakitimu, demi Tuhan.
Apa yang kau miliki sekarang amatlah aku inginkan. Dan, untuk mengertinya tidaklah sulit. Kami adalah jalinan satelit
yang saling membelit. Mengelilingi satu planet yang menarik kami laksana magnet. Tak ada lagi tempat di orbit ini,
bahkan untuk bayangan kami sendiri. Jadi, relakan kami untuk saling memiliki.”
Apa yang kau miliki sekarang amatlah aku inginkan. Dan, untuk mengertinya tidaklah sulit. Kami adalah jalinan satelit
yang saling membelit. Mengelilingi satu planet yang menarik kami laksana magnet. Tak ada lagi tempat di orbit ini,
bahkan untuk bayangan kami sendiri. Jadi, relakan kami untuk saling memiliki.”
“Aku bosan diam. Aku ingin berteriak lantang. Menembus segenap celah dan semua lubang. Merasuk ke ujung
gendang telinga semua orang. Aku mencintaimu.”
gendang telinga semua orang. Aku mencintaimu.”
“Pada saat seperti ini, izinkanlah aku mempertanyakan dimana engkau letakkan aku? Adakah aku seberharga cincin.
Yang melingkar manis dijarimu? Ataukah aku senyaman sepatu tuamu. Yang tak terasa lagi bila dipakai? Akankah kau
pertahankan aku selayaknya nyawamu sendiri? Ataukah namaku hanya akan melintas sekilas di detik - detik
terakhirmu? Untuk kemudian menyublim, seperti arwah tersedot surga. Mengertikah kini Putri?
Karena itulah aku ingin hidup nyata.”
Yang melingkar manis dijarimu? Ataukah aku senyaman sepatu tuamu. Yang tak terasa lagi bila dipakai? Akankah kau
pertahankan aku selayaknya nyawamu sendiri? Ataukah namaku hanya akan melintas sekilas di detik - detik
terakhirmu? Untuk kemudian menyublim, seperti arwah tersedot surga. Mengertikah kini Putri?
Karena itulah aku ingin hidup nyata.”
“Wahai kau yang sedang dimabuk cinta, berikanlah kepadaku setetes apa yang kau reguk. Kala kau terjatuh nanti,
aku akan tahu apa rasanya limbung, tanpa harus ikut terpuruk.”
aku akan tahu apa rasanya limbung, tanpa harus ikut terpuruk.”
“Aku bukan orang yang lemah. Kalau aku lemah, sudah kubersembunyi di dasar lembah. Namun, aku orang yang kuat.
Dengan dagu tercuat, menggenggam kejujuran erat - erat. Tapi, kalau cuma jadi hantu, aku pun tak tahu.”
Dengan dagu tercuat, menggenggam kejujuran erat - erat. Tapi, kalau cuma jadi hantu, aku pun tak tahu.”
“Sudahkah kau benar - benar jatuh? Wahai yang sedang jatuh cinta? Masih kutunggu engkau di dasar jurangmu sendiri.
Di titik engkau akan berbalik dan benar - benar menjadi pecinta sejati.”
Di titik engkau akan berbalik dan benar - benar menjadi pecinta sejati.”
“Layaknya cinta hidup semu laksana hantu? Yang melayang bagai bulu panah. Aku ingin menjejak tanah.
Mengambang membuatku lelah. Aku ingin memiliki. Aku ingin diakui.”
Mengambang membuatku lelah. Aku ingin memiliki. Aku ingin diakui.”
“Tidak ada yang aku sesali. Aku harap kamu juga demikian. Tidak ada cara yang mudah untuk mengatakan ini semua.
Aku yakin kamu mengerti. Dan, tidak ada yang aku cintai lebih dalam selain perasaan indah yang pernah kita miliki
(dan semoga masih akan terus kita miliki). Tapi, aku bukan Putri yang kamu cari. Di satu titik, perasaan indah itu telah
mengkristal, dan aku akan menyimpannya. Selamanya. Kamu adalah yang teristimewa. Kamu telah memberi aku kekuatan untuk mendobrak belenggu itu. Sekarang aku bebas. Tapi, tidak berarti kita harus berjalan bersama.
Izinkan aku kembali berjalan di setapak kecilku.”
Aku yakin kamu mengerti. Dan, tidak ada yang aku cintai lebih dalam selain perasaan indah yang pernah kita miliki
(dan semoga masih akan terus kita miliki). Tapi, aku bukan Putri yang kamu cari. Di satu titik, perasaan indah itu telah
mengkristal, dan aku akan menyimpannya. Selamanya. Kamu adalah yang teristimewa. Kamu telah memberi aku kekuatan untuk mendobrak belenggu itu. Sekarang aku bebas. Tapi, tidak berarti kita harus berjalan bersama.
Izinkan aku kembali berjalan di setapak kecilku.”
“Apa yang terjadi denganmu, wahai, kau yang jatuh cinta? Tengah mengawangkah dirimu? Atau tergolekkah engkau
di dasar jurang yang kau gali sendiri, beralaskan remah - remah kehancuran batinmu?”
di dasar jurang yang kau gali sendiri, beralaskan remah - remah kehancuran batinmu?”
“Wahai Tuhan. Aku tahu kita tak saling bicara. Tapi, tentunya kau masih ingat aku. Sebagaimana aku tak menyangkal-
Mu. Dan, jika ini detik - detik penghabisanku, bebaskan aku berbicara semauku. Izinkan aku kesal kepada-Mu di
dalam kepasrahanku. Sepanjang hidup engkau selalu membingungkan. Dengan cara - cara aneh, kau tunjukkan
keagungan. Kau, dengan teka - teki Mu bernama Takdir. Bahkan, disaat seperti ini, ada saja cara kalian membuatku
tertawa sekaligus tersindir.”
Mu. Dan, jika ini detik - detik penghabisanku, bebaskan aku berbicara semauku. Izinkan aku kesal kepada-Mu di
dalam kepasrahanku. Sepanjang hidup engkau selalu membingungkan. Dengan cara - cara aneh, kau tunjukkan
keagungan. Kau, dengan teka - teki Mu bernama Takdir. Bahkan, disaat seperti ini, ada saja cara kalian membuatku
tertawa sekaligus tersindir.”
“Kehancuranmu adalah awal kesadaranmu.”
“Matilah terhadap segala yang kau ketahui.”
“Matilah sebelum mati. Karena kematianmu adalah kemerdekaanmu.”
“Pernahkan kamu merasa waktu mendadak lenyap, tapi bumi tetap berputar?
Ya, aku tahu maksudmu. Bumi yang kau pijak berputar, tetapi waktu dibenakmu beku.
Pernahkah kamu merasa tidak dimana - mana, sekaligus dimana - mana? Aku juga tahu itu.
Perasaan lebur total yang tak terperi indahnya. Dan pernahkah kamu tidak berkata - kata, tetapi kamu berbicara?”
Ya, aku tahu maksudmu. Bumi yang kau pijak berputar, tetapi waktu dibenakmu beku.
Pernahkah kamu merasa tidak dimana - mana, sekaligus dimana - mana? Aku juga tahu itu.
Perasaan lebur total yang tak terperi indahnya. Dan pernahkah kamu tidak berkata - kata, tetapi kamu berbicara?”
“Menertawakan hidup. Tak ada lagi momen yang lebih menyennagkan. Salah satu kapabilitas agung milik manusia
dari Sang Pencipta Yang Mahahumoris.”
dari Sang Pencipta Yang Mahahumoris.”
“Engkau tahu persis apa itu. Ya, sesuatu yang ada dalam diirmu. Ia tak terukur. Hanya bisa dirasa. Hangat, bukan?”
“Ada saat aku berusaha membunuh jiwaku. Biar kuambil peluru itu. Dan, disaat aku akhirnya melesat.
Aku melepaskanmu dengan kebebasan mutlak.”
Aku melepaskanmu dengan kebebasan mutlak.”
“Itulah rima dari puisi yang tak pernah habis. Hidup. Dan bila jantung berhenti. Puisi adalah roh bertabir kata.
Roh itu, tak pernah mati. Tak pernah pergi? Ia segalanya. Harus pergi kemana lagi? Segalanya ada padamu.”
Roh itu, tak pernah mati. Tak pernah pergi? Ia segalanya. Harus pergi kemana lagi? Segalanya ada padamu.”
“Putri lihatlah aku. Aku melayang tinggi. Menembus semua akal. Cinta tak pernah jadi hantu.
Ia menjejak nyata di seluruh jagat raya. Dan, itulah aku. ”
Ia menjejak nyata di seluruh jagat raya. Dan, itulah aku. ”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar