Senin, 30 Oktober 2017

RINAI DI BULAN SEPTEMBER (01)


Senja kala itu terasa lebih gelap dari biasanya. Langitpun enggan menampakkan mega, seolah dia tau dua anak manusia yang sedang dirundung pedih. Senja itu memberikanku satu pelajaran baru tentang hidup ini, tentang hakikat cinta yang sesungguhnya. Diluar, mungkin banyak sekali yang mendendangkan cinta itu tak harus memiliki. Dalam khayalku, kalimat tersebut hanya sebuah klise, bagaimana bias cinta gak harus memiliki? Bagaimana bias rasa yang membuncah di dadamu tak perlu mendapat sambut? Terlalu naif untuk mengecap peristiwa itu, batinku dulu. Tapi, senja di petang itu seolah menamparku, memuatku tersadar untuk sejenak kembali ke realita dan melupakan imajinasiku sesaat. Tamparan yang kuat dan begitu hebat, hingga rasanya untuk bernafaspun sesak, mendadak lidahpun kelu, tak mampu lagi berucap seolah ia lupa tugas yang semestinya. Hanya rinai yang mampu menjelaskan semuanya. Rinai yang hanya aku dan dia yang tahu. Kita berdua, seolah berlomba menyeruakkan sesak di dada.  Bahkan setelah berjam – jam pun, rasanya tak sanggup menebus rasa yang begitu menyesakkan ini. Seumur hidupku, inilah peristiwa mengiris hati terhebat yang harus aku lalui. Seolah takdir tak memberikanku untuk menyiapkan mental, dia dating tanpa permisi dan sekejab membuat hidupku buram. Lebih muram dari sebelumnya. Ini bukan keegoisan, pengobanan yang uacpkali sering diagung agungkan membuatku terus mempertanyakan keberadannya. Apakah harus seperti ini? Apakah tdak ada cerita lain yang sanggup kujalani? Batinku mencoba bernegosiasi kepada takdir. Namun, takdir tak menghiarukan. Jalanilah semampumu, jawabnya dengan angkuh. Akupun tak bisa melebur bersama senja untuk pertama kalinya ~~