BAB 1
PENGERTIAN KOMUNIKASI DAN KOMUNIKASI ANTARBUDAYA
1. 1.
Apa
itu Komunikasi?
Dalam kehidupan sehari – hari, tak peduli dimana
anda berada, anda selalu berinteraksi dan berkomunikasi dengan orang – orang
tertentu yang berasal dari kelompok, ras, etnik, atau budaya lain. Komunikasi
merupakan kegiatan sehari – hari yang sangat populer dan pasti dijalankan dalam
pergaulan manusia. Aksioma komunikasi mengatakan : “manusia selalu
berkomunikasi, manusia tidak dapat menghindari komunikasi”, karena itu kita
sangat mengenal kata komunikasi.
Komunikasi manusia itu melayani segala
sesuatu, akibatnya orang bilang
komunikasi itu sangat mendasar dalam kehidupan manusia, komunikasi merupakan
proses yang universal. Komunikasi merupakan pusat dari seluruh sikap, perilaku,
dan tindakan yang terampil dari manusia (communication involves both attitudes
and skills). Manusia tidak bisa dikatakan berinteraksi sosial kalau dia tidak
berkomunikasi dengan cara atau melalui pertukaran informasi, ide – ide,
gagasan, maksud serta emosi yang dinyatakan dalam simbol – simbol dengan orang
lain.
Komunikasi manusia itu dapat dipahami sebagai
interaksi antarpribadi melalui pertukaran simbol –simbol linguistik, misalnya
simbol verbal dan non verbal. Seperti kata Mehrabian (1972) 55% dari komunikasi
manusia dinyatakan dalam simbol non verbal, 38% melalui nada suara, dan 7%
komunikasi yang efektif dinyatakan melalui sistem yang langsung seperti tatap
muka atau media (tulisan, visual, aural).melalui pertukaran simbol – simbol
yang sama dalam menjelaskan informasi, gagasan dan emosi diantara mereka
itulah, akan lahir kesamaan makna atas pikiran, perasaan dan perbuatan.
Komunikasi itu meliputi usaha untuk menciptakan
pesan, mengalihkan pesan, memberikan diri kita sebagai sebuah tempat yakni di
hati dan otak orang lain untuk menerima pesan. Hasil dari komunikasi bersama
itu adalah interpersonal understanding (pemahaman atas hubungan antar pribadi)
karena ada kesamaan orientasi perseptual, kesamaan sistem kepercayaan dan
keyakinan, serta kesamaan gaya berkomunikasi. Barnlund (1991) mengatakan :
interpersonal understanding = f (similarity of perceptual orientations,
similarity og belief systems, similarity of communicative style).
Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa
komunikasi adalah setiap proses pembagian informasi, gagasan atau perasaan yang
tidak saja dilakukan secara lisan dan tertulis melainkan melalui bahasa tubuh,
atau gaya atau tampilan pribadi, atau hal lain disekelilingnya yang memperjelas
makna.
2.
Apa
itu Komunikasi Antarbudaya?
Komunikasi dan budaya tidak sekedar dua kata
tetapi dua konsep yang tidak dapat dipisahkan, “harus dicatat bahwa studi
komunikasi antarbudaya dapat diartikan sebagai studi yang menekankan pada efek
kebudayaan terhadap komunikasi (William B. Hart II, 1996). Definisi yang paling
sederhana dari komunikasi yakni komunikasi antarpribadi yang dilakukan oleh
mereka yang berbeda latar belakang kebudayaan. Dengan pemahaman yang sama, maka
komunikasi antarbudaya dapat diartikan sebagai: komunikasi antarbudaya adalah pembagian
pesan yang berbentuk informasi atau hiburan yang disampaikan secara lisan atau
tertulis atau metode lainnya yang dilakukan oleh dua orang yang berbeda latar
belakang budayanya. Atau komunikasi antarbudaya adalah setiap proses pembagian
informasi, gagasan atau perasaan diantara mereka yang berbeda latar belakang
budayanya. Proses pembagian informasi itu dilakukan secara lisan dan tertulis,
juga melalui bahasa tubuh, gaya atau tampilan pribadi, atau bantuan hal lain
disekitarnya yang memperjelas pesan.
Hammer (1989) – mengutip prumpamaan Wilbur Schramm
(1982) – menggambarkan bahwa lapangan studi komunikasi itu ibarat sebuah oasis,
dan studi komunikasi antarbudaya itu dibentuk oleh ilmu – ilmu tentang
kemanusiaan yang seolah nomadik lalu bertemu disebuah oase. Ilmu – ilmu sosial
“nomadik” itu adalah antropologi, sosiologi, psikologi dan hubungan
internasional. Oleh karena itu sebagian besar pemahaman tentang komunikasi
antarbudaya bersumber ilmu – ilmu tersebut.
BAB 2
ASUMSI – ASUMSI KOMUNIKASI ANTARBUDAYA
Komunikasi
antarbudaya memenuhi syarat untuk dijadikan sebagai salah satu kajian dalam
ilmu komunikasi karena :
1.
Secara
teoritis memindahkan fokus dari satu kebudayaan kepada kebudayaan yang
dibandingkan.
2.
Membawa
konsep aras makro kebudayaan ke aras mikro kebudayaan.
3.
Menghubungkan
kebudayaan dengan proses komunikasi.
4.
Membawa
perhatian kita kepada peranan kebudayaan yang mempengaruhi perilaku.
Ini berarti bahwa
proses pembentukan kajian komunikasi antarbudaya harus didukung oleh apa yang
disebut dengan “asumsi – asumsi” teoritik.
Teori komunikasi
berbeda dengan hukum termasuk hukum komunikasi, kalau hukum dapat diterapkan
secara universal maka teori hanya dapat diterapkan dalam suatu lingkungan atau
situasi tertentu. Situasi dimana suatu teori termasuk teori komunikasi dapat
diterapkan disebut asumsi, dan hanya dengan asumsi orang akan mampu memberikan
batas – batas bagi penerapan sebuah teori. Dengan kata lain, asumsi sebagai
teori komunikasi merupakan seperangkat pernyataan yang menggambarkan sebuah lingkungan
yang valid, tempat dimana sebuah teori komunikasi dapat diaplikasikan.
Dapat dikatakan,
asumsi sebuah teori komunikasi antarbudaya merupakan seperangkat pernyataan
yang menggambarkan sebuah lingkungan yang valid tempat dimana teori – teori komunikasi
antarbudaya itu dapat diterapkan. Beberapa asumsi itu antara lain :
1.
Komunikasi
antarbudaya di mulai dengan anggapan dasar bahwa ada perbedaan persepsi antara
komunikator dengan komunikan.
2.
Dalam
komunikasi antarbudaya terkandung isi dan relasi antarpribadi.
3.
Gaya
personal mempengaruhi komunikasi antarpribadi.
4.
Komunikasi
antarbudaya bertujuan mengurangi tingkat ketidakpastian.
5.
Komunikasi
berpusat pada kebudayaan.
6.
Efektivitas
antarbudaya merupakan tujuan komunikasi antrbudaya.
1.
Komunikasi
Antarbudaya Mengandung Isi dan Relasi Antarpribadi
Watzlawick, Beavin dan Jackson (1967) menekankan
bahwa isi (content of communication) komunikasi tidak berada dalam sebuah ruang
yang terisolasi. Isi (content) dan makna (meaning) adalah dua hal yang tidak
dapat dipisahkan, dua hal yang esensial dalam membentuk relasi (relation).
Dengan kata lain, relasi antarmanusia sangat mempengaruhi bagaimana isi dan
makna sebuah pesan tersebut diinterpretasi.
2.
Tujuan
Komunikasi Antarbudaya : Mengurangi Tingkat Ketidakpastian
Tujuan komunikasi antarbudaya adalah mengurangi
tingkat ketidakpastian tentang orang lain. Dalam studi komunikasi, terutama
teori informasi, diajarkan bahwa tingkat ketidaktentuan itu akan berkurang
manakala kita mampu meramalkan secara tepat proses komunikasi.
Gudykunstt dan Kim (1984) menunjukkan bahwa orang
– orang yang kita tidak kenal selalu berusaha mengurangi tingkat ketidakpastian
melalui peramalan yang tepat atas relasi antar pribadi. Usaha untuk mengurangi
tingkat ketidakpastian itu dapat dilakukan melalui tiga tahap interaksi, yakni
:
A.. Pra-kontra atau tahap pembentukan kesan melalui simbol verbal
maupun non – verbal (apakah komunikan suka berkomunikasi atau menghindari
komunikasi)
A.. Initial contact and impression, yakni
tanggapan lanjutan atas kesan yang muncul dari kontak awal tersebut. Misalnya,
anda bertanya kepada diri sendiri, apakah saya seperti dia? Apakah dia mengerti
saya? Apakah saya rugi waktu kalau berkomunikasi dengan dia?.
A. Closur, mulai membuka diri anda yang
semula tertutup melalui atribusi dan pengembangan kepribadian implisit. Teori
atribusi menganjurkan agar kita harus lebih mengerti perilaku orang lain dengan
menyelidiki motivasi atau suatu perilaku atau tindakan dia.
3.
Komunikasi
Berpusat pada Kebudayaan
John B. Gatewood (1999) berpendapat tentang
hubungan antara keberadaan manusia (baca: melalui komunikasi) dengan
kebudayaan, yaitu bahwa : (1) kebudayaan manusia didistribusikan dalam
kebudayaan (“whole-cultures” are the unit), dan (2) kebudayaan manusia didistribusikan
dalam trait complexes (“trait-complexes” are the unit). Gatewood sendiri
menjawab bahwa kebudayaan yang meliputi seluruh kemanusiaan itu sangat banyak,
dan hal tersebut meliputi seluruh periode waktu dan tempat. Artinya kalau
komunikasi itu merupakan bentuk, metode, teknik, proses sosial dari kehidupan
manusia yang membudaya maka komunikasi adalah sarana bagi transmisi kebudayaan,
oleh karena itu kebudayaan itu sendiri merupakan komunikasi.
Apakah komunikasi ada dalam kebudayaan atau
kebudayaan ada dalam komunikasi? Smith (1976) bahwa: “komunikasi dan kebudayaan
tidak dapat dipisahkan”. Atau Edward T. Hall mengatakan: “komunikasi adalah
kebudayaan dan kebudayaan adalah komunikasi.” Dalam kebudayaan ada sistem dan
dinamika yang mengatur tata cara pertukaran simbol – simbol komunikasi, dan
hanya dengan komunikasi maka pertukaran simbol – simbol dapat dilakukan, dan
kebudayaan hanya akan eksis jika ada komunikasi.
4.
Tujuan
Komunikasi Antarbudaya adalah Efektivitas Antarbudaya
Interaksi antarbudaya yang efektif sangat
tergantung dari komunikasi antarbudaya. Konsep ini sekaligus menerangkan bahwa
tujuan komunikasi antarbudaya akan tercapai (komunikasi yang sukses) bila
bentuk – bentuk hubungan antarbudaya menggambarkan upaya yang sadar dari
peserta komunikasi untuk memperbaharui relasi antara komunikator dengan
komunikan, menciptakan dan memperbaharui sebuah manajemen komunikasi yang
efektif, lahirnya semangat kesetiakawanan, persahabatan, hingga kepada
berhasilnya pembagian teknologi, dan mengurangi konflik.
BAB 3
PROSES KOMUNIKASI ANTARBUDAYA
1.
Hakikat
Proses Komunikasi Antarbudaya
Komunikasi selalu terjadi antara sekurang –
kurangnya dua orang peserta komunikasi atau mungkin lebih banyak dari itu
(kelompok, organisasi, publik dan massa) yang melibatkan pertukaran tanda –
tanda melalui : suara, seperti telefon atau radio, kata – kata, seperti pada halaman
buku dan surat kabar tercetak, atau suara dan kata – kata, yaitu melalui
televisi.
Kita sebut komunikasi sebagai prose (itulah salah
satu karakteristik komunikasi) karena komunikasi itu dinamik, selalu
berlangsung dan sering berubah – ubah. Sebuah prose terdiri dari beberapa
sekuen yang dapat dibedakan namun tidak dapat dipisahkan. Semua sekuen
berkaitan satu sama lain meskipun dia selalu berubah – ubah. Jadi pada
hakikatnya proses komunikasi antarbudaya sama dengan proses komunikasi lain,
yakni suatu proses yang interaktif dan trnasaksional serta dinamis.
Komunikasi antarbusya yang interaktif adalah
komunikasi yang dilakukan oleh komunikator dengan komunikan dalam dua arah /
timbal balik (two way communication) namun masih berada apada tahapan rendah
(Wahlstrom, 1992). Komunikasi transasional meliputi tiga unsur penting yakni,
(1) keterlibatan emosional yang tinggi, yang berlangsung terus – menerus dan
berkesinambungan atas pertukaran pesan, (2) peristiwa komunikasi meliputi seri
waktu, artinya berkaitan dengan masa lalu, kini dan yang akan datang, dan (3)
partisipan dalam komunikasi antarbudaya menjalankan peran tertentu. Baik
komunikasi interaktif maupun transaksional mengalami proses yang bersifat
dinamis, karena proses tertentu berlangsung dalam konteks sosial yang hidup,
berkembang dan bahkan berubah – ubah berdasarkan waktu, situasi, dan kondisi
tertentu. Karena proses komuikasi yang dilakukan merupakan komunikasi
antarbudaya maka kebudayan merupakan dinamisator atau kasi antarbudaya maka
kebudayaan merupakan dinamisator atau “penghidup” bagi proses komunikasi
tersebut.
2.
Unsur
– Unsur Proses Komunikasi Antarbudaya Komunikator
Komunikator dalam komunikasi antarbudaya adalah
pihak yang memperkrasai komunikasi, artinya dia mengawali pengiriman pesan
tertentu kpada pohak lain yang disebut komunikan. Dalam komunikasi antarbudaya
seorang komunikator berasal dari latar belakang kebudayaan tertentu. William
Gudykunst dan Young Yun Kim (1995) mengatakan bahwa secara makro perbedaan
karakteristik antarbudaya itu ditentukan oleh faktor nilai dan norma hingga ke
aras mikro yang mudah dilihat dalam wujud kepercayaan, minat dan kebiasaan.
Selain itu faktor – faktor yang berkaitan dengan kemapuan berbahasa sebagai
pendukung komunikasi misalnya kemampuan berbicara dan menulis secara baik dan
benar (memilih kata, emmbuat kalimat), kemampuan menyatakan simbol non verbal
(bahasa isyarat tubuh), bentuk – bentuk dialek dan aksen, dan lain – lain.
(Asante dan Gudykunst 1989)
BAB 4
FUNGSI – FUNGSI KOMUNIKASI ANTARBUDAYA
Secara umum ada empat kategori fungsi utama komunikasi, yakni: (1) fungsi
informasi, (2) fungsi instruksi, (3) persuasif, dan (4) fungsi menghibur.
Apabila empat fungsi utama itu diperluas maka akan ditemukan dua fungsi lain,
yakni L1) fungsi
pribadi, dan (2) fungsi sosial. Fungsi pribadi komunikasi dirinci ke dalam
fungsi : (1) menyatakan identitas sosial, (2) integrasi sosial, (3) kognitif,
dan (4) fungsi melepaskan diri/jalan keluar. Sedangkan fungsi sosial terinci
atas, fungsi : (1) fungsi pengawasan, (2) menghubungkan / menjembatani, (3)
sosialisasi, dan (4) menghibur.
1.
Fungsi
Pribadi
Fungsi pribadi adalah fungsi – fungsi komunikasi
yang ditunjukkan melalui perilaku komunikasi yang bersumber dari seorang
individu.
Dalam komunikasi antarbudaya terdapat ebberapa
perilaku komunikasi individu yang digunakan untuk menyatakan identitas diri
maupun identitas sosial. Perilaku itu dinyatakan melalui tindakan berbahasa
baik secara verbal dan non verbal. Dari perilaku berbahasa itulah dapat
diketahui identitas diri maupun sosial, misalnya dapat dapat diketahui asal –
usul suku bangsa, agama, maupun tingkat pendidikans eseorang.
Integrasi sosial adalah menerima kesatuan dan
persatuan antarpribadi, antarkelompok namun tetap mengakui perbedaan –
perbedaan yang dimiliki oleh setiap unsur. Fungsi integratif dalam kebudayaan
dapat ditandai oleh simbol – simbol perilaku komunikasi, mempersilahkan anda
untuk merokok atau makan sirih pinang dalam kebudayaan orang – orang di NTT.
Kadang – kadang kita berkomunikasi dengan orang lain untuk melepaskan diri atau
mencari jalan keluar atas masalah yang sedang kita hadapi. Dalam setiap proses
komunikasi antarbudaya fungsi sosial befrmanfaat untuk menginformasikan
“perkembangan” tentang lingkungan. Fungsi ini lebih banyak dilakukan oleh media
massa yang menyebarluaskan secara rutin perkembangan peristiwa yang terjadi di
sekitar kita meskipun peristiwa itu terjadi dalam sebuah konteks kebudayaan
yang berbeda.
Fungsi komunikasi yang dilakukan antara dua orang
yang berbeda budaya itu merupakan jembatan atas perbedaan diantara mereka.
Fungsi menjembatani itu dapat terkontrol melalui pesan – pesan yang mereka
pertukarkan, keduanya saling menjelaska perbedaan tafsir atas sebuah pesan
sehingga menghasilkan makna yang sama. Fungsi ini dijalankan pula oleh berbagai
konteks komunikasi termasuk komunikasi massa. Osialisasi nilai merupakan fungsi
untuk mengajarkan dan memperkenalkan nilai – nilai kebudayaan suatu masyarakat
kepada masyarakat lain. Fungsi menghibur juga sering tampil dalam proses
komunikasi antarbudaya.
Gudykunst (1988) mengakui bhawa kebudayaan
berpengaruh dalam proses komunikasi yang mengakibatkan munculnya situasi dan
kondisi yang cemas dan tidak pasti. Keadaan itu pernah digambarkan oleh
gudykunst dan Kim (1984) sebagai metafora orang asing yang selalu berinteraksi
dalam situasi dan kondisi yang cemas, tidak pasti atau tidak menentu. Dalam
situasi seperti itu muncul dua kata yang selalu ada untuk menerangkan
komunikasi antarbudaya, juga kata yang menggambarkan kondisi psikologis
manusia, yakni ketidakpastian dan kecemasan.
Apabila kita dapat mengurangi tingkat
ketidakpastian tentang orang lain maka kita akan mempunyai peluang yang makin
besar untk memahami orang itu. Untuk mengerti san memahami orang lain maka kita
perlu memahami tiga tingkatan kemampuan untuk “mengerti” orang lain, yakni
kemampuan untuk : (1) menggambarkan 9to describtion), (2) meramalkan (to
predection), (3) menjelaskan (to explanation) (Berger,garder,Parks,Shulman, dan
Miller, 1976).
Selain tingkat ketidak pastian (uncertainty) maka
kita akan mengahdapi tingkat kecemasan tertentu kalau berkomunikasi dengan
seseorang dari kebudayaan lain. Yang dimaksudkan dengan kecemasan adalah suatu
perasaan yang kurang menyenangkan, tekanan batin, perasaan bersalah atau ragu –
ragu tentang orang yang sedang dihadapi. Kecemasan mengandung suasana emosional
yang tidak bersifat kognitif atau perilkau.
Dengan demikian setiap ketidakpastian merupakan
hasil dari ketidakmampuan orang untuk meramalkan perilaku orang lain, sedangkan
kecemasan dihasilkan oleh antisipasi kita terhadap perilaku negatif yang
mungkin timbul dalam berkomunikasi antarbudaya. Perilaku negatif yang dikhaeatirkan
itu adalah kominikasi antara psikologis, dampak tindakan bagi diri kita
sendiri, maupun evaluasi yang bersifat negatif yang membedakan antara kelompok
budaya anda dengan kelompok budaya orang itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar