Senin, 17 Februari 2014

komunikasi antarbudaya



BAB 1
PENGERTIAN KOMUNIKASI DAN KOMUNIKASI ANTARBUDAYA
1.      1.  Apa itu Komunikasi?
Dalam kehidupan sehari – hari, tak peduli dimana anda berada, anda selalu berinteraksi dan berkomunikasi dengan orang – orang tertentu yang berasal dari kelompok, ras, etnik, atau budaya lain. Komunikasi merupakan kegiatan sehari – hari yang sangat populer dan pasti dijalankan dalam pergaulan manusia. Aksioma komunikasi mengatakan : “manusia selalu berkomunikasi, manusia tidak dapat menghindari komunikasi”, karena itu kita sangat mengenal kata komunikasi.
Komunikasi manusia itu melayani segala sesuatu,  akibatnya orang bilang komunikasi itu sangat mendasar dalam kehidupan manusia, komunikasi merupakan proses yang universal. Komunikasi merupakan pusat dari seluruh sikap, perilaku, dan tindakan yang terampil dari manusia (communication involves both attitudes and skills). Manusia tidak bisa dikatakan berinteraksi sosial kalau dia tidak berkomunikasi dengan cara atau melalui pertukaran informasi, ide – ide, gagasan, maksud serta emosi yang dinyatakan dalam simbol – simbol dengan orang lain.
Komunikasi manusia itu dapat dipahami sebagai interaksi antarpribadi melalui pertukaran simbol –simbol linguistik, misalnya simbol verbal dan non verbal. Seperti kata Mehrabian (1972) 55% dari komunikasi manusia dinyatakan dalam simbol non verbal, 38% melalui nada suara, dan 7% komunikasi yang efektif dinyatakan melalui sistem yang langsung seperti tatap muka atau media (tulisan, visual, aural).melalui pertukaran simbol – simbol yang sama dalam menjelaskan informasi, gagasan dan emosi diantara mereka itulah, akan lahir kesamaan makna atas pikiran, perasaan dan perbuatan.
Komunikasi itu meliputi usaha untuk menciptakan pesan, mengalihkan pesan, memberikan diri kita sebagai sebuah tempat yakni di hati dan otak orang lain untuk menerima pesan. Hasil dari komunikasi bersama itu adalah interpersonal understanding (pemahaman atas hubungan antar pribadi) karena ada kesamaan orientasi perseptual, kesamaan sistem kepercayaan dan keyakinan, serta kesamaan gaya berkomunikasi. Barnlund (1991) mengatakan : interpersonal understanding = f (similarity of perceptual orientations, similarity og belief systems, similarity of communicative style).
Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa komunikasi adalah setiap proses pembagian informasi, gagasan atau perasaan yang tidak saja dilakukan secara lisan dan tertulis melainkan melalui bahasa tubuh, atau gaya atau tampilan pribadi, atau hal lain disekelilingnya yang memperjelas makna.

2.       Apa itu Komunikasi Antarbudaya?
Komunikasi dan budaya tidak sekedar dua kata tetapi dua konsep yang tidak dapat dipisahkan, “harus dicatat bahwa studi komunikasi antarbudaya dapat diartikan sebagai studi yang menekankan pada efek kebudayaan terhadap komunikasi (William B. Hart II, 1996). Definisi yang paling sederhana dari komunikasi yakni komunikasi antarpribadi yang dilakukan oleh mereka yang berbeda latar belakang kebudayaan. Dengan pemahaman yang sama, maka komunikasi antarbudaya dapat diartikan sebagai: komunikasi antarbudaya adalah pembagian pesan yang berbentuk informasi atau hiburan yang disampaikan secara lisan atau tertulis atau metode lainnya yang dilakukan oleh dua orang yang berbeda latar belakang budayanya. Atau komunikasi antarbudaya adalah setiap proses pembagian informasi, gagasan atau perasaan diantara mereka yang berbeda latar belakang budayanya. Proses pembagian informasi itu dilakukan secara lisan dan tertulis, juga melalui bahasa tubuh, gaya atau tampilan pribadi, atau bantuan hal lain disekitarnya yang memperjelas pesan.
Hammer (1989) – mengutip prumpamaan Wilbur Schramm (1982) – menggambarkan bahwa lapangan studi komunikasi itu ibarat sebuah oasis, dan studi komunikasi antarbudaya itu dibentuk oleh ilmu – ilmu tentang kemanusiaan yang seolah nomadik lalu bertemu disebuah oase. Ilmu – ilmu sosial “nomadik” itu adalah antropologi, sosiologi, psikologi dan hubungan internasional. Oleh karena itu sebagian besar pemahaman tentang komunikasi antarbudaya bersumber ilmu – ilmu tersebut.

BAB 2
ASUMSI – ASUMSI KOMUNIKASI ANTARBUDAYA
                                Komunikasi antarbudaya memenuhi syarat untuk dijadikan sebagai salah satu kajian dalam ilmu komunikasi karena :
1.       Secara teoritis memindahkan fokus dari satu kebudayaan kepada kebudayaan yang dibandingkan.
2.       Membawa konsep aras makro kebudayaan ke aras mikro kebudayaan.
3.       Menghubungkan kebudayaan dengan proses komunikasi.
4.       Membawa perhatian kita kepada peranan kebudayaan yang mempengaruhi perilaku.
Ini berarti bahwa proses pembentukan kajian komunikasi antarbudaya harus didukung oleh apa yang disebut dengan “asumsi – asumsi” teoritik.
Teori komunikasi berbeda dengan hukum termasuk hukum komunikasi, kalau hukum dapat diterapkan secara universal maka teori hanya dapat diterapkan dalam suatu lingkungan atau situasi tertentu. Situasi dimana suatu teori termasuk teori komunikasi dapat diterapkan disebut asumsi, dan hanya dengan asumsi orang akan mampu memberikan batas – batas bagi penerapan sebuah teori. Dengan kata lain, asumsi sebagai teori komunikasi merupakan seperangkat pernyataan yang menggambarkan sebuah lingkungan yang valid, tempat dimana sebuah teori komunikasi dapat diaplikasikan.
Dapat dikatakan, asumsi sebuah teori komunikasi antarbudaya merupakan seperangkat pernyataan yang menggambarkan sebuah lingkungan yang valid tempat dimana teori – teori komunikasi antarbudaya itu dapat diterapkan. Beberapa asumsi itu antara lain :
1.       Komunikasi antarbudaya di mulai dengan anggapan dasar bahwa ada perbedaan persepsi antara komunikator dengan komunikan.
2.       Dalam komunikasi antarbudaya terkandung isi dan relasi antarpribadi.
3.       Gaya personal mempengaruhi komunikasi antarpribadi.
4.       Komunikasi antarbudaya bertujuan mengurangi tingkat ketidakpastian.
5.       Komunikasi berpusat pada kebudayaan.
6.       Efektivitas antarbudaya merupakan tujuan komunikasi antrbudaya.

1.       Komunikasi Antarbudaya Mengandung Isi dan Relasi Antarpribadi
Watzlawick, Beavin dan Jackson (1967) menekankan bahwa isi (content of communication) komunikasi tidak berada dalam sebuah ruang yang terisolasi. Isi (content) dan makna (meaning) adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan, dua hal yang esensial dalam membentuk relasi (relation). Dengan kata lain, relasi antarmanusia sangat mempengaruhi bagaimana isi dan makna sebuah pesan tersebut diinterpretasi.
2.       Tujuan Komunikasi Antarbudaya : Mengurangi Tingkat Ketidakpastian
Tujuan komunikasi antarbudaya adalah mengurangi tingkat ketidakpastian tentang orang lain. Dalam studi komunikasi, terutama teori informasi, diajarkan bahwa tingkat ketidaktentuan itu akan berkurang manakala kita mampu meramalkan secara tepat proses komunikasi.
Gudykunstt dan Kim (1984) menunjukkan bahwa orang – orang yang kita tidak kenal selalu berusaha mengurangi tingkat ketidakpastian melalui peramalan yang tepat atas relasi antar pribadi. Usaha untuk mengurangi tingkat ketidakpastian itu dapat dilakukan melalui tiga tahap interaksi, yakni :
A..  Pra-kontra atau tahap  pembentukan kesan melalui simbol verbal maupun non – verbal (apakah komunikan suka berkomunikasi atau menghindari komunikasi)
A..  Initial contact and impression, yakni tanggapan lanjutan atas kesan yang muncul dari kontak awal tersebut. Misalnya, anda bertanya kepada diri sendiri, apakah saya seperti dia? Apakah dia mengerti saya? Apakah saya rugi waktu kalau berkomunikasi dengan dia?.
A.  Closur, mulai membuka diri anda yang semula tertutup melalui atribusi dan pengembangan kepribadian implisit. Teori atribusi menganjurkan agar kita harus lebih mengerti perilaku orang lain dengan menyelidiki motivasi atau suatu perilaku atau tindakan dia.
3.       Komunikasi Berpusat pada Kebudayaan
John B. Gatewood (1999) berpendapat tentang hubungan antara keberadaan manusia (baca: melalui komunikasi) dengan kebudayaan, yaitu bahwa : (1) kebudayaan manusia didistribusikan dalam kebudayaan (“whole-cultures” are the unit), dan (2) kebudayaan manusia didistribusikan dalam trait complexes (“trait-complexes” are the unit). Gatewood sendiri menjawab bahwa kebudayaan yang meliputi seluruh kemanusiaan itu sangat banyak, dan hal tersebut meliputi seluruh periode waktu dan tempat. Artinya kalau komunikasi itu merupakan bentuk, metode, teknik, proses sosial dari kehidupan manusia yang membudaya maka komunikasi adalah sarana bagi transmisi kebudayaan, oleh karena itu kebudayaan itu sendiri merupakan komunikasi.
Apakah komunikasi ada dalam kebudayaan atau kebudayaan ada dalam komunikasi? Smith (1976) bahwa: “komunikasi dan kebudayaan tidak dapat dipisahkan”. Atau Edward T. Hall mengatakan: “komunikasi adalah kebudayaan dan kebudayaan adalah komunikasi.” Dalam kebudayaan ada sistem dan dinamika yang mengatur tata cara pertukaran simbol – simbol komunikasi, dan hanya dengan komunikasi maka pertukaran simbol – simbol dapat dilakukan, dan kebudayaan hanya akan eksis jika ada komunikasi.
4.       Tujuan Komunikasi Antarbudaya adalah Efektivitas Antarbudaya
Interaksi antarbudaya yang efektif sangat tergantung dari komunikasi antarbudaya. Konsep ini sekaligus menerangkan bahwa tujuan komunikasi antarbudaya akan tercapai (komunikasi yang sukses) bila bentuk – bentuk hubungan antarbudaya menggambarkan upaya yang sadar dari peserta komunikasi untuk memperbaharui relasi antara komunikator dengan komunikan, menciptakan dan memperbaharui sebuah manajemen komunikasi yang efektif, lahirnya semangat kesetiakawanan, persahabatan, hingga kepada berhasilnya pembagian teknologi, dan mengurangi konflik.

BAB 3
PROSES KOMUNIKASI ANTARBUDAYA
1.       Hakikat Proses Komunikasi Antarbudaya
Komunikasi selalu terjadi antara sekurang – kurangnya dua orang peserta komunikasi atau mungkin lebih banyak dari itu (kelompok, organisasi, publik dan massa) yang melibatkan pertukaran tanda – tanda melalui : suara, seperti telefon atau radio, kata – kata, seperti pada halaman buku dan surat kabar tercetak, atau suara dan kata – kata, yaitu melalui televisi.
Kita sebut komunikasi sebagai prose (itulah salah satu karakteristik komunikasi) karena komunikasi itu dinamik, selalu berlangsung dan sering berubah – ubah. Sebuah prose terdiri dari beberapa sekuen yang dapat dibedakan namun tidak dapat dipisahkan. Semua sekuen berkaitan satu sama lain meskipun dia selalu berubah – ubah. Jadi pada hakikatnya proses komunikasi antarbudaya sama dengan proses komunikasi lain, yakni suatu proses yang interaktif dan trnasaksional serta dinamis.
Komunikasi antarbusya yang interaktif adalah komunikasi yang dilakukan oleh komunikator dengan komunikan dalam dua arah / timbal balik (two way communication) namun masih berada apada tahapan rendah (Wahlstrom, 1992). Komunikasi transasional meliputi tiga unsur penting yakni, (1) keterlibatan emosional yang tinggi, yang berlangsung terus – menerus dan berkesinambungan atas pertukaran pesan, (2) peristiwa komunikasi meliputi seri waktu, artinya berkaitan dengan masa lalu, kini dan yang akan datang, dan (3) partisipan dalam komunikasi antarbudaya menjalankan peran tertentu. Baik komunikasi interaktif maupun transaksional mengalami proses yang bersifat dinamis, karena proses tertentu berlangsung dalam konteks sosial yang hidup, berkembang dan bahkan berubah – ubah berdasarkan waktu, situasi, dan kondisi tertentu. Karena proses komuikasi yang dilakukan merupakan komunikasi antarbudaya maka kebudayan merupakan dinamisator atau kasi antarbudaya maka kebudayaan merupakan dinamisator atau “penghidup” bagi proses komunikasi tersebut.
2.       Unsur – Unsur Proses Komunikasi Antarbudaya Komunikator
Komunikator dalam komunikasi antarbudaya adalah pihak yang memperkrasai komunikasi, artinya dia mengawali pengiriman pesan tertentu kpada pohak lain yang disebut komunikan. Dalam komunikasi antarbudaya seorang komunikator berasal dari latar belakang kebudayaan tertentu. William Gudykunst dan Young Yun Kim (1995) mengatakan bahwa secara makro perbedaan karakteristik antarbudaya itu ditentukan oleh faktor nilai dan norma hingga ke aras mikro yang mudah dilihat dalam wujud kepercayaan, minat dan kebiasaan. Selain itu faktor – faktor yang berkaitan dengan kemapuan berbahasa sebagai pendukung komunikasi misalnya kemampuan berbicara dan menulis secara baik dan benar (memilih kata, emmbuat kalimat), kemampuan menyatakan simbol non verbal (bahasa isyarat tubuh), bentuk – bentuk dialek dan aksen, dan lain – lain. (Asante dan Gudykunst 1989)

BAB 4
FUNGSI – FUNGSI KOMUNIKASI ANTARBUDAYA

Secara umum ada empat kategori fungsi utama komunikasi, yakni: (1) fungsi informasi, (2) fungsi instruksi, (3) persuasif, dan (4) fungsi menghibur. Apabila empat fungsi utama itu diperluas maka akan ditemukan dua fungsi lain, yakni L1) fungsi pribadi, dan (2) fungsi sosial. Fungsi pribadi komunikasi dirinci ke dalam fungsi : (1) menyatakan identitas sosial, (2) integrasi sosial, (3) kognitif, dan (4) fungsi melepaskan diri/jalan keluar. Sedangkan fungsi sosial terinci atas, fungsi : (1) fungsi pengawasan, (2) menghubungkan / menjembatani, (3) sosialisasi, dan (4) menghibur.
1.       Fungsi Pribadi
Fungsi pribadi adalah fungsi – fungsi komunikasi yang ditunjukkan melalui perilaku komunikasi yang bersumber dari seorang individu.
Dalam komunikasi antarbudaya terdapat ebberapa perilaku komunikasi individu yang digunakan untuk menyatakan identitas diri maupun identitas sosial. Perilaku itu dinyatakan melalui tindakan berbahasa baik secara verbal dan non verbal. Dari perilaku berbahasa itulah dapat diketahui identitas diri maupun sosial, misalnya dapat dapat diketahui asal – usul suku bangsa, agama, maupun tingkat pendidikans eseorang.
Integrasi sosial adalah menerima kesatuan dan persatuan antarpribadi, antarkelompok namun tetap mengakui perbedaan – perbedaan yang dimiliki oleh setiap unsur. Fungsi integratif dalam kebudayaan dapat ditandai oleh simbol – simbol perilaku komunikasi, mempersilahkan anda untuk merokok atau makan sirih pinang dalam kebudayaan orang – orang di NTT. Kadang – kadang kita berkomunikasi dengan orang lain untuk melepaskan diri atau mencari jalan keluar atas masalah yang sedang kita hadapi. Dalam setiap proses komunikasi antarbudaya fungsi sosial befrmanfaat untuk menginformasikan “perkembangan” tentang lingkungan. Fungsi ini lebih banyak dilakukan oleh media massa yang menyebarluaskan secara rutin perkembangan peristiwa yang terjadi di sekitar kita meskipun peristiwa itu terjadi dalam sebuah konteks kebudayaan yang berbeda.
Fungsi komunikasi yang dilakukan antara dua orang yang berbeda budaya itu merupakan jembatan atas perbedaan diantara mereka. Fungsi menjembatani itu dapat terkontrol melalui pesan – pesan yang mereka pertukarkan, keduanya saling menjelaska perbedaan tafsir atas sebuah pesan sehingga menghasilkan makna yang sama. Fungsi ini dijalankan pula oleh berbagai konteks komunikasi termasuk komunikasi massa. Osialisasi nilai merupakan fungsi untuk mengajarkan dan memperkenalkan nilai – nilai kebudayaan suatu masyarakat kepada masyarakat lain. Fungsi menghibur juga sering tampil dalam proses komunikasi antarbudaya.
Gudykunst (1988) mengakui bhawa kebudayaan berpengaruh dalam proses komunikasi yang mengakibatkan munculnya situasi dan kondisi yang cemas dan tidak pasti. Keadaan itu pernah digambarkan oleh gudykunst dan Kim (1984) sebagai metafora orang asing yang selalu berinteraksi dalam situasi dan kondisi yang cemas, tidak pasti atau tidak menentu. Dalam situasi seperti itu muncul dua kata yang selalu ada untuk menerangkan komunikasi antarbudaya, juga kata yang menggambarkan kondisi psikologis manusia, yakni ketidakpastian dan kecemasan.
Apabila kita dapat mengurangi tingkat ketidakpastian tentang orang lain maka kita akan mempunyai peluang yang makin besar untk memahami orang itu. Untuk mengerti san memahami orang lain maka kita perlu memahami tiga tingkatan kemampuan untuk “mengerti” orang lain, yakni kemampuan untuk : (1) menggambarkan 9to describtion), (2) meramalkan (to predection), (3) menjelaskan (to explanation) (Berger,garder,Parks,Shulman, dan Miller, 1976).
Selain tingkat ketidak pastian (uncertainty) maka kita akan mengahdapi tingkat kecemasan tertentu kalau berkomunikasi dengan seseorang dari kebudayaan lain. Yang dimaksudkan dengan kecemasan adalah suatu perasaan yang kurang menyenangkan, tekanan batin, perasaan bersalah atau ragu – ragu tentang orang yang sedang dihadapi. Kecemasan mengandung suasana emosional yang tidak bersifat kognitif atau perilkau.
Dengan demikian setiap ketidakpastian merupakan hasil dari ketidakmampuan orang untuk meramalkan perilaku orang lain, sedangkan kecemasan dihasilkan oleh antisipasi kita terhadap perilaku negatif yang mungkin timbul dalam berkomunikasi antarbudaya. Perilaku negatif yang dikhaeatirkan itu adalah kominikasi antara psikologis, dampak tindakan bagi diri kita sendiri, maupun evaluasi yang bersifat negatif yang membedakan antara kelompok budaya anda dengan kelompok budaya orang itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar